Pages

Sunday, March 25, 2012

BPK Audit Pembelian Sukhoi Mulai Dari Era Pemerintahan Megawati

JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan melakukan audit pembelian jet tempur Sukhoi yang disinyalir terjadi penggelembungan harga. Audit investigasi dilakukan setelah ada sinyal permintaan khusus dari Presiden.

“Benar, biasanya Presiden mempersilakan BPK memeriksa, dan itu kami periksa secara khusus untuk tujuan tertentu, itu laporan tersendiri,” kata Anggota I BPK, Moermahadi Soerja Djanegara, saat dihubungi Jurnal Nasional di Jakarta, Sabtu (24/3).

Saat ini, katanya lagi, BPK masih melakukan pemeriksaan laporan keuangan Kementerian Pertahanan tahun 2011. Pemeriksaan laporan keuangan ini akan rampung pada Mei 2012. Namun, kewajaran laporan keuangan itu tidak secara khusus memeriksa satu per satu laporan pembelian atau pengadaan alutsista di Kementerian Pertahanan.

“Kami melihat apa yang bertambah dalam pengadaan alutsista tahun ini, baru nanti dilihat bagaimana prosesnya. Jadi pemeriksaan laporan keuangan tahun 2011 beli apa saja, 2010 apa saja. Pemeriksaan akan dilakukan dari zaman Presiden Megawati juga,” ujarnya.

Ia pun menanggapi prosedur pembelian Sukhoi oleh Kementerian Pertahanan. Menurut dia, ada perbedaan prosedur pembelian alutsista di dalam dan luar negeri. Sistem pembelian di luar negeri, bisa melalui G to G (government to government) dan B to B (business to business). “Bicara proses pembelian, ada ketentuan peraturan perundannya, ada Keppres pengadaan di luar negeri dengan dalam negeri. Tapi saya harus lihat dulu (detil peraturannya),” ujar Moermahadi.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun mempersilakan BPK melakukan audit investigasi. Audit diminta dilakukan sejak sebelum ia menjabat sebagai Presiden, hingga saat ini.

Sumber : JURNAS.COM

 

Presiden: Usut Pengadaan Sukhoi

Sejumlah prajurit TNI AU bersama tentara AU Rusia menurunkan pesawat sukhoi dari perut pesawat Antonov milik Rusia setibanya di Bandara Hasanuddin Makassar, Jumat (26/12). Dua pesawat tersebut merupakan pesanan TNI AU dari enam yang akan dibeli. (Foto: As/Yusran Uccang/ant)

24 Maret 2012, Beijing: Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan aparat penegak hukum dan intansi terkait untuk mengusut dan menginvestigasi dugaan pelanggaran hukum dalam proses pengadaan pesawat tempur Sukhoi.

"Buka dan investigasi secara utuh. Kalau ada penggelembungan, tindak siapapun, baik dari (pemerintahan) dulu sampai sekarang," kata Kepala Negara di sela-sela kunjungan kenegaraan di Beijing, Republik Rakyat China, Sabtu.

Menurut Presiden Yudhoyono, rakyat memiliki hak untuk mengetahui kebenaran, apalagi sudah ada pihak yang mempertanyakan proses pengadaan pesawat tempur buatan Rusia itu.

Terlepas dari polemik pesawat Sukhoi, Yudhoyono menegaskan TNI tetap harus dipersenjatai secara layak.

Menurut dia, Indonesia sebagai negara besar yang berdaulat harus memperkuat sistem pertahanan.

Oleh karena itu, peremajaan alat utama sistem persenjataan harus dilakukan.

"Setelah perekonomian kita baik, tentara kita perkuat untuk mempertahankan setiap jengkal Tanah Air," katanya.

Kewenangan di Tangan Pemerintah

Wakil Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin menegaskan, kewenangan kontrak pembelian enam jet tempur Sukhoi Su-30MK2 ada di tangan pemerintah. Sjafrie yang ditemui di sela Jakarta International Defense Dialogue, Kamis (22/3), menerangkan, ada bagian legislative dan peran eksekutif dalam pembelian senjata.

“Kalau ini merupakan kewenangan pemerintah. Mari kita melihat secara jernih.” ujar Wakil Menhan.

Wakil Ketua Komisi I DPR Tubagus Hasanudin sebelumnya menyanggah keterangan Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro yang mengatakan kontrak pembelian Sukhoi sudah disetujui Komisi I DPR. Bahkan, disebutkan Menhan, Wakil Ketua Komisi I terlibat dan memimpin tim DPR dalam panitia kerja tersebut.

“Sampai saat ini Komisi I belum final menyetujui pembelian tersebut. Pembahasan kedua justru baru akan dilakukan hari Senin, 26 Maret. Panja tidak berhak memutuskan untuk menyetujui atau tidak menyetujui. Keputusan ada di siding pleno Komisi I,” kata Tubagus.

Dia juga mempertanyakan, mengapa sudah dilakukan kontrak, padahal belum mendapat persetujuan DPR.

Dipermasalahkan

Para aktivis antikorupsi yang dipimpin Direktur Eksekutif Imparsial Poengky Indarti mempermasalahkan pembelian Sukhoi yang diduga terjadi penggelumbungan harga dan indikasi korupsi. Total biaya pembelian enam unit pesawat tanpa senjata tersebut mencapai 470 juta dolar AS.

Hal tersebut lebih mahal daripada nilai pembelian oleh Vietnam yang membeli pesawat sejenis dua tahun lebih awal dengan senjata lengkap. Harga tersebut juga masih lebih mahal daripada produk tercanggih Sukhoi Su-30MKM oleh Tentara Udara Diraja Malaysia yang sudah lengkap dipersenjatai.

Imparsial, Indonesia Corruption Watch, bersama tujuh lembaga mengadukan dugaan penggelembungan harga dan kemungkinan terjadinya korupsi ke Komisi Pemberantasan Korupsi awal pekan ini.

Sumber: ANTARA News/KOMPAS

 

Komisi I DPR Akan Gelar Rapat Terbuka Soal Pengadaan Alutsista



JAKARTA - Komisi I DPR RI, Senin (26/3) dijadwalkan menggelar rapat kerja dengan Wakil Menteri Pertahanan Syafrie Syamsudin membahas berbagai isu pengadaan Alutsista TNI.

Menurut Wakil Ketua Komisi satu DPR RI Hayono Isman, rapat dilakukan secata terbuka, dengan agenda pengadaan jet tempur Sukhoi, tank Leopard, kapal korvet eks Brunei. "Rapat kerja harus dinyatakan terbuka kepada pubilk karena berbagai isu penggemblungan anggaran pembelian alutsista tersebut yang sudah beredar di publik," ujar Hayono, saat dihubungi Liputan6.com.

Sejumlah lembaga swadaya masyar kat (LSM) mengadukan pembelian alutsista ke Komisi Pertahanan DPR. Tak hanya itu mereka meminta KPK untuk turun tangan melakukan investegasi. Pengaduan ini ditanggapi Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro, dirinya memastikan dalam pembelian alutsista itu tak ada unsur korupsi.

Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW) Adnan Topan Husodo menyoroti, ada indikasi kejanggalan harga dari pembelian pesawat tempur Sukhoi Rusiat. Sejumlah LSM itu pun mempertanyakan mengapa Indonesia lebih memilih menggunakan skema dana pinjaman luar negeri atau kredit komersial. "Padahal ada MoU antara Pemerintah dengan Rusia terkait dengan state credit yang dialokasi sebesar US$1 miliar," kata Adnan.

Menurut Adnan, dengan menggunakan kredit dari Pemerintah Rusia, Indonesia akan mendapat keuntungan pengembalian masa pinjam yang lebih lama jika dibandingkan pemakaian kredit komersial.

Sumber : LIPUTAN6.COM

No comments:

Post a Comment

DISCLAIMER : KOMENTAR DI BLOG INI BUKAN MEWAKILI ADMIN INDONESIA DEFENCE , MELAINKAN KOMENTAR PRIBADI PARA BLOGERSISTA
KOMENTAR POSITIF OK